First love will always be once

“Ingat saat pertama kali kita ketemu?”
Sepasang kekasih duduk santai berhadapan di sebuah kafe.

“Perasaan deg-degan, perasaan pertama kali jatuh cinta itu, aku ingin merasakannya lagi.”

Cowok berambut pendek itu mendengarkan pacarnya sambil lalu, membaca majalah otomotif di pangkuannya.

“Aku ingin merasakannya sekali lagi!” kata cewek itu dengan nada agak keras.

Kini cowok itu mengangkat majalah menutupi mukanya, mencoba mengacuhkan.

“Denger nggak sih, aku ingin merasakannya lagi!” kata Ney mengganggu Ron yang matanya sayu males, lalu dia taruh majalah yang dipegangnya.

“Iya, iya, aku denger. Terus, maksudmu gimana?” Sang cowok dengan agak kesal dan ogah-ogahan menanggapi ceweknya.

“Tau nggak, saat pertama kita baru saling kenal, dalam hatiku aku merasakan perasaan … bahagia, tidak menentu… seperti melayang-layang”

Ron melihat ceweknya dengan malas.

“Aku suka kamu,” sang cewek tiba-tiba berkata sambil setengah melompat dari kursinya.

“Apa sih? Terus maumu apa? Dari tadi tiba-tiba ngomong tentang pertama kali, merasakan sekali lagi…”

“Aku suka sama kamu. Tapi perasaan jatuh cinta untuk pertama kali ke kamu cuma bisa dirasakan sekali dalam seumur hidup, iya kan? Makanya aku ingin kembali ke waktu kita pertama kali bertemu, aku ingin merasakan perasaan itu lagi.”

Ron mencoba empati ke kekasihnya itu. Tapi akal logis lelaki nggak bisa nyambung sama omongan Ney yang lagi melankolis.

“Tapi nggak mungkin kan?”

Ney yang tadinya antusias mendadak berubah murung. Ron memperhatikannya, lalu menghela nafas panjang.

“Jadi, kamu mau cari mesin waktu?”
Ney itu menggeleng.

“Mau cari cowok lagi?”
Ney menggeleng lagi. Ron kini lebih memberi perhatian pada Ney.

“Kamu mau merasakan perasaan saat kita pertama bertemu?” Kini si cewek mengangguk.

“Nggak mungkin kan,” sang cowok merebahkan punggungnya menyerah dengan kemauan Ney.

“Tapi kamu paham kan apa yang aku maksud? Saat suatu perasaan hanya bisa dirasakan sekali saja, saat memikirkan perasaan itu kita ingin kembali menjalaninya. Seperti waktu liat film. Saat seru-serunya si pahlawan super mengalahkan musuhnya, saat kasus di sebuah film misteri akhirnya terkuak setelah sekian lama. Kita jadi ingin mengulang momen itu.”

Ron menyimak.

“Beda saat kamu memutar ulang untuk kedua kalinya film itu lagi, meskipun kamu lihat adegan yang sama, apa yang kamu rasakan sudah beda. Kamu sudah tau sebelumnya. Beda sama kalo pas awal pertama lihatnya, sensasi baru pertama kali tahu, baru pertama kali terkejut, terkagum,… pertama kali jatuh cinta.”

Kini Ney memangku dagunya dengan kedua tangannya.

“Saat teringat momen-momen itu, kita jadi kangen dengan perasaan yang timbul di dalam dada saat itu. Seperti diaduk-aduk pake stik berwarna-warni. Jantungku seperti terbang, punya sayap, waktu aku pertama kali bertemu sama kamu.”

Pandangan Ney kosong mengingat memorinya.

“Entah kenapa diantara teman-teman Fino yang dia ajak ikut ke puncak, cuma kamu yang menarik perhatianku sejak mata kita saling bertemu.”

Ron mendengarkan, mengamati wajah Ney yang kini memperhatkan wajah Ron yang sudah agak berbeda dengan saat mereka bertemu pertama kali.

“Waktu itu kumismu tidak setebal ini,” kata Ney. Ron tersenyum.

Sejak itu ketertarikan Ney pada Ron membuat Ron tak sengaja melemahkan pertahanan hatinya pada kaum hawa. Hati Ron tidak sengaja terbuka pada topik romansa yang sebelumnya tidak ada dalam kamus petualangan pria sejatinya, my trip my adventure.

“Kalau saja aku jadi nggak ikut hari itu, mungkin kamu nggak akan pernah jatuh cinta sama aku,” Kata Ron.

“Mungkin saja,” Ney melepaskan tangan dari dagunya, lalu melipatnya di atas meja.

Tak ingin ego Ron merasa menang, Ney membalasnya, “tapi siapa coba yang tengah malam rela belain kehujanan cuma buat minta maaf ke pacarnya yang lagi ngambek hanya gara-gara yang cowok ninggalin ceweknya nonton film yang sudah dia tunggu-tungguin di bioskop, padahal sudah bilang kalo mau nonton bareng.”

Ron mendadak rusak suasana hatinya diingatkan pengalaman paling kecut, remaja labil.

Tujuh tahun menjalin hubungan, pasang surut menghiasi perjalanan asmara mereka berdua. Tidak ada halangan yang berarti untuk sampai mengkandaskan apa yang sudah berjalan beserta bumbu-bumbu manis dan pahitnya.

Tapi sekarang terasa hambar. Tidak seperti awal saling mencoba mengenal karakter masing-masing, masih mencoba meraba bagaimana menempatkan diri terhadap pasangannya. Menerka apa yang ada di pikiran pasangannya, hari-hari begitu sibuk menguras tenaga.

Sekarang, yang kebiasaan pasangannya sudah hapal di luar kepala, malah jadinya tidak ada gairah, tidak ada amplitudonya, naik turunnya. Flat. Jalan gitu aja tanpa kedinamisan romantisme. Ney ungkapkan apa yang ada di hatinya.

There are no comments on this post.

Tinggalkan komentar